5 karakter guru
yang profesional
Segera
setelah kebijakan sertifikasi digulirkan pemerintah, banyak guru (termasuk
saya) yang kemudian gamang mengenai arti sesungguhnya dari ‘profesionalisme’.
Guru yang mengajar di kelas dari hari ke hari punya dua ujung sebagai
perjalanan kariernya. Ujung pertama adalah rutinitas, artinya ia akan jadi
orang yang pasif, terjebak rutinitas, cenderung bekerja demi harapkan gaji dan
tunjangan di akhir bulan. Ujung kedua adalah ia semakin cinta pada profesi dan
terus meningkatkan diri serta merasa hidupnya ‘berkah’ karena mengajar dan
menyebarkan ilmu.
Pasti semua
dari kita ingin menjadi guru yang menemui ujung kedua seperti yang saya
ceritakan di atas. Untuk sampai kesana tidak bisa tidak kita membutuhkan
karakter. Sebuah karakter yang memang tidak mudah untuk dipraktekkan serta
berhubungan dengan banyak faktor lain. Silahkan mencermati karakter apa saja
yang bisa membuat seorang guru menjadi guru profesional;
1. Rendah
hati
Karakter ini
membuat seorang guru berpikiran terbuka serta mudah menerima hal-hal baru. Di
depan siswa atau sesama guru ia terus terang jika tidak tahu. Maklum ditengah
pesatnya pertumbuhan dan akses kepada informasi, semua orang benar-benar mesti
belajar kembali dan bersedia menjadi seorang pembelajar. Hal ini membuat ia
menjadi mitra belajar yang mengasyikkan bagi siswa dan sesama guru. Karakter
rendah hati juga menjadi pembuka jalan bagi masuknya ilmu baru. Di sebuah
sekolah jika semua gurunya rendah hati akan terjadi transfer ilmu dan terbentuk
komunitas pembelajar, karena semua orang dihargai dari apa kontribusi tenaga
dan ilmunya dan bukan dari seberapa seniornya ia di sekolah.
2. Pandai
mengelola waktu
Sebagai
seorang yang bekerja dengan administrasi serta tugas mengajar yang banyak
setiap minggunya, guru dituntut untuk pandai mengelola waktu. Bukan cuma siswa
dikelas saja yang punya hak terhadap diri kita, namun juga keluarga terdekat
kita di rumah yang memerlukan perhatian. Guru yang pandai mengelola waktu membedakan
prioritas dalam bekerja, mana yang mesti dikerjakan sekarang atau yang mesti
digarap secara bertahap.
3.
Menghargai proses.
Saat
mengajar sering kita pulang ke rumah dalam keadaan yang sangat lelah. Sering
juga kita dilanda kebosanan sambil berucap dalam hati “seperti inikah rasanya
jadi guru”. Sebagai manusia biasa wajar sekali jika perasaan itu datang. Semua
perasaan tersebut akan hilang jika sebagai guru kita menghargai proses. Proses
yang saya maksud adalah seperti jalannya atau perputaran alam semesta yang kita
rasakan. Ada pagi ada siang, ada gelap dan ada terang. Jika suatu saat kita
gagal atau belum berhasil dalam mengajar, hargailah usaha yang diri kita
sendiri lakukan. Sebab mengingat-ingat kegagalan tanpa memandang atau
menghargai usaha diri kita sendiri akan membuat malas di kemudian hari untuk
melakukan inovasi dalam mengajar. Ada perasaan khawatir atau takut untuk
berubah hanya karena pernah gagal. Jika itu terjadi siswa yang akan jadi korban
karena sebagai guru anda akan tampil biasa-biasa saja dan miskin inovasi.
4.
Berpikiran terbuka
Informasi
dan ilmu pengetahuan berkembang dan bertambah sedemikian pesatnya. Dalam
hitungan detik informasi bertambah dengan cepat. Saat ini informasi ada di mana
saja, semua tersedia tinggal bagaimana seseorang dengan pikirannya bisa
mencerna dan memanfaatkan. Sebagai seorang guru sikap berpikiran terbuka inilah
yang paling bermakna saat ini untuk diterapkan. Dengan berpikiran terbuka guru
jadi mudah untuk menerima perbedaan dan senang akan perubahan. Di kelas dan
sekolah sejak dulu siswa dibagi menjadi murid yang ‘pintar’, ‘bodoh’ dan
‘sedang-sedang saja’. Belum ada pikiran yang terbuka yang mengatakan bahwa
setiap anak adalah unik dan bisa menjadi ‘juara’ di bidangnya masing-masing.
Saat guru berpikiran terbuka ia akan bisa sekuat tenaga membuat setiap siswa di
kelasnya meraih masa depan sesuai potensinya. Dengan pikiran terbuka guru juga
jadi mudah untuk menyerap ilmu dari siapa saja tanpa mesti katakan “aah saya
sudah tahu” atau “ah saya sudah pernah menerapkan” karena di masa sekarang ini
ilmu bisa datang dari siapa saja, ia bisa datang dari buku dan media massa,
sesama guru, orang tua siswa bahkan dari siswa kita di kelas.
5. Percaya
diri
Bedakan
antara rasa percaya diri dan sombong. Dalam mempersiapkan dan merencanakan
pengajaran di kelas bisa saja guru mengatakan semua yang akan diajarkannya
sudah ada di ‘luar kepala’ hal ini berarti sama saja mengatakan sebagai guru ia
anti terhadap kegiatan belajar lagi. Padahal bukan seperti itu guru yang percaya
diri. Guru yang percaya diri akan sekuat tenaga mempersiapkan sambil tetap
percaya diri jika ada masalah yang timbul saat ia sedang melaksanakan
perencanaan pengajarannya. Ia yakin sesulit apapun masalah yang timbul saat ia
sedang melaksanakan hasil perencanaan pengajarannya, tetap akan memberikan
pengalaman dan masukan bagi karier mengajarnya di masa depan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar